Peran Penting Syahbandar Guna Memastikan Keselamatan Pelayaran Selama Musim Mudik Setelah Pandemi

Sedangkan mengenai penerbitan SPB  (Port Clearance) menurut Capt. Hakeng sepenuhnya merupakan proses pengawasan yang dilaksanakan oleh Syahbandar kepada kapal yang akan berlayar  untuk memastikan bahwa kapal, awak kapal, beserta muatan telah memenuhi syarat administratif persyaratan keselamatan dan keamanan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim.

Karena itu, dia terkejut dengan adanya permintaan untuk melibatkan pihak kepolisian guna penerbitan SPB . Padahal Syahbandar merupakan pejabat pemerintah di pelabuhan yang ditunjuk oleh Menteri. Syahbandar  memiliki kewenangan tertinggi untuk melaksanakan serta menjalankan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan terutama menyangkut penjaminan keselamatan dan keamanan pelayaran.

Bacaan Lainnya

Menurut Capt. Hakeng, bahwa Penerbitan SPB Tidak Ada Kewajiban Harus Melapor ke Polri.  Dalam penerbitan SPB, tidak ada kaitannya dengan Nota Kesepahaman antara Kemenhub RI dengan Polri No HK 202/13/DJPL/2020, no NK/21/2020 tentang Pelaksanaan Penegakan Hukum di Bidang Pelayaran.

Dalam proses penerbitan SPB, Syahbandar agar tetap berpedoman kepada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor  PM.82 tahun 2014 tentang Tata Cara Penerbitan SPB, yakni Adanya Master Sailing; Dokumen kapal, dokumen crew, muatan dan penumpang; Adanya Crew List; dan melampirkan Pelunasan Pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Jika semua perihal tersebut diatas telah terpenuhi, maka Surat Persetujuan Berlayar (SPB), dapat diproses lebih lanjut untuk diterbitkan.”

Jadi soal pernyataan SPB harus ada approval bersama dengan pihak kepolisian dirasakan tidak tepat. “Statement soal SPB harus dapat rekomendasi dari kepolisian, mohon maaf tidak menggambarkan pengetahuan tentang apa yang membuat SPB bisa diterbitkan dan apa yang membuat tidak bisa diterbitkan,” kata Capt. Hakeng.

Ada hal-hal yang terpenting berkaitan dengan syahbandar yakni menyangkut jaminan keselamatan dan keamanan pelayaran.

“Karena itu syahbandar boleh tidak menerbitkan SPB,  bila menyangkut daftar muat kapal yang terlalu berlebihan (over draft). Kemudian ada dokumen kapalnya tidak layak laut, sehingga dianggap tidak menjamin keamanan dan keselamatan di perairan. Bahkan Syahbandar juga memiliki otoritas, yakni bisa tidak akan menerbitkan SPB, jika cuaca tidak menjamin untuk keamanan  keselamatan kapal,” jelas Capt. Hakeng. 

Menurut Capt. Hakeng lagi ada pendapat yang menarik disampaikan oleh Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan INSA, Capt. Zaenal A. Hasibuan dalam tulisannya yang berjudul  “Pelemahan Posisi Syahbandar” yang dimuat di media emaritim.com pada 10 Agustus 2008 yang dengan situasi yang berkembang terakhir mendapatkan pembenarannya. 

Disebutkan dalam tulisan tersebut “Kegagalan pemerintah dalam pemenuhan SDM yang mumpuni untuk posisi syahbandar, pada akhirnya mengaburkan makna syahbandar sampai pada titik nadir keilmuan. Dan seperti yang kita lihat belakangan ini, saat terjadi kecelakaan kapal maka bukannya syahbandar, tapi polisi dan KNKT yang masuk. Bahkan untuk menerbitkan SPB pun syahbandar harus meminta approval pihak kepolisian.

Pos terkait