Indonesia Mengalami Degradasi Calon Pemimpin dan Konstitusi, Begini Kata Dr. Suriyanto Pd,SH,MH, M.Kn

GAYABEKASI.ID || JAKARTA — Indonesia sebagai negara besar yang berpenduduk kurang lebih 267 juta jiwa dalam waktu dekat akan melaksanakan pemilu. Pada pemilu 2024 ini Indonesia memasuki tatanan bonus demografi yang sangat luar biasa yang mana pemilih muda dari kalangan milenial, gen z dan pemilih pemula mencapai 56 persen dari jumlah DPT Nasional.

Beragam tanggapan publik dengan banyaknya pemilih generasi muda ini, sehingga masing-masing partai politik menyusun strategi untuk meraup suara tersebut dalam pemilu 2024 mendatang yang akan dilaksanakan pada bulan Februari.

Yang tak kalah penting yang belakangan ini jadi perdebatan disemua kalangan adalah adanya beberapa gugatan untuk merubah usia capres dan cawapres, untuk cawapres dibawah usia 40 dapat mencalonkan diri yang telah diputus oleh MK dengan putusan cacat hukum, sementara batasan usia capres di 70 tahun baru akan diputus minggu depan.

Banyak nya pemilih muda dan pemula di pemilu ini bukan berarti harus memaksakan untuk ada yang mewakili jadi presiden atau wakil presiden.

Memimpin Indonesia sebagai negara besar dengan berbagai ragam suku agama dan menjadi satu Bangsa tidaklah mudah semudah berfikir dan berstetmen seperti yang terjadi saat ini, dengan adanya putusan MK yang cacat hukum ini maka peluang wali kota Solo Gibran Rakabuming Raka akan maju jadi cawapres salah satu pasangan capres. Ini merupakan bentuk penghianatan, dengan alasan demokrasi dan mewakili generasi muda, ini Indonesia bukan organisasi massa.

Bahkan hari ini Sabtu [21/10/024] Partai Golkar dalam rakernasnya memutuskan Gibran di dukung menjadi cawapres Prabowo Subianto, oleh Ketum Golkar dan disetujui oleh seluruh peserta raker.

Ada satu keanehan banyaknya tokoh di tubuh Golkar yang mumpuni kenapa mesti Gibran? Dan juga banyak tokoh lain di luar partai yang sangat mumpuni dari semua sisi keilmuan dan kepemimpinan. Jika Gibran jadi diusung sebagai cawapres dengan putusan MK yang cacat hukum lantas bagai mana hasilnya hal ini harus sama-sama kita bicara benar jangan pembenaran.

Pos terkait