Pemimpin Adalah Panglima Perdamaian Untuk Bangsa dan Negara

Dalam Serat Sastra Gendhing dijelaskan perihal falsafah kepemimpinan Jawa yang diterapkan oleh Sultan Agung semalam melaksanakan tugas sebagai raja di kasultanan Mataram. Dalam menjalankan kepemimpinannya Sultan Agung berpedoman pada hal yang menjadi rujukan untuk menjadi pemimpin yang amanah.

Pertama, bahwa pemimpin harus berilmu atau berintelektual tinggi, jujur, serta mampu menjalin komunikasi dengan bawahan maupun rakyatnya berdasarkan prinsip-prinsip kemandirian.

Dengan demikian, dalam Pilpres 2024 nanti kita perlu memilih pemimpin yang berilmu atau berintelektual tinggi, jujur, serta mampu menjalin komunikasi dengan baik, agar nantinya dalam mengambil setiap keputusan seorang presiden tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun karena telah memiliki pendirian yang kuat dan data-data pendukung yang akurat.

Kedua, seorang pemimpin hendaklah berada di depan untuk memberikan suri teladan kepada bawahan dan rakyatnya dalam membela kebenaran dan menegakkan keadilan.

Dalam islam juga diajarkan bahwa keteladanan tak mungkin ada tanpa adanya sifat saleh yang terpatri dalam jiwa seorang pemimpin.

Maka dari itu, dalam Pilpres kali ini kita harus memilih presiden yang bisa menjadi teladan kita dalam bertindak dan berperilaku. Jangan hanya presiden yang pintar berbicara dan beretorika tanpa ada tindakan konkret yang dilakukannya

Seorang pemimpin harus memiliki tekad bulat di dalam menghimpun segala potensi yang dimiliki negara demi kemakmuran, kesejahteraan dan keluhuran martabat bangsa.

Seorang pemimpin harus berperan sebagai pelestari dan pengembang budaya, pelopor pencerahan ilmu, dan mampu mendatangkan kebahagiaan bagi rakyatnya. Hal itu karena budaya dan ilmu merupakan media untuk membangun karakter dan intelektual masyarakat.


Sumber : Suriyanto Pakar Hukum, Dosen Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta

Pos terkait