Sigit Raditya: Pemerintah Perlu Gairahkan Iklim Investasi Industri Ramah Lingkungan di Bekasi

GAYABEKASI.ID l Bekasi, 22 Januari 2024 Topik mengenai Greenflation yang dilontarkan oleh Gibran dalam Debat Cawapres ke 4 menjadi perbincangan yang cukup hangat dalam dunia maya.

Dalam pidato awal Debat Cawapres Gibran menjanjikan bahwa jika Prabowo dan dirinya terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden, melalui hilirisasi, pemerataan pembangunan, transisi energi hijau, ekonomi kreatif, UMKM bisa menumbuhkan 19 juta lapangan kerja dimana 5 juta di antaranya adalah green jobs. ” Green jobs ini adalah lapangan kerja di bidang kelestarian lingkungan, ini adalah tren peluang kerja masa kini dan masa depan,” ungkap, Senen 22/1/23

Bacaan Lainnya

Berkenaan dengan hal ini, dalam suatu diskusi hangat di Kota Bintang, Bekasi, Sigit Raditya mengungkapkan bahwa Kota Bekasi memiliki potensi yang besar bagi Pemerintah untuk menerapkan kebijakan pembangunan berkelanjutan terkait greenflation di Indonesia.

” Greenflation, pada intinya adalah merupakan naiknya harga produk ramah lingkungan akibat tingginya permintaan masyarakat terhadap bahan bakunya, namun tidak diimbangi dengan ketersediaan pasokannya, ” tegas Sigit.

Menurut Sigit, yang juga Caleg DPR RI Nomor Urut 1 dari Partai Demokrat di Dapil Kota Bekasi dan Depok, setidaknya ada 3 (tiga) program pemerintah yang dapat ia dorong saat terpilih menjadi Anggota DPR RI khususnya di Kota Bekasi yaitu hilirisasi sampah, optimalisasi PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) Bantar Gebang Bekasi, dan memberikan insentif bagi korporasi yang bisa menciptakan lapangan kerja baru di bidang ekonomi hijau.

” Pemerintah perlu gairahkan iklim investasi industri ramah lingkungan di Bekasi,” ungkap Sigit.

Dalam kesempatan terpisah, Andri Krisnanto, Pakar Keuangan dan Investasi, yang juga CEO RNA Kapital Manajemen, mengungkapkan bahwa saat ini nilai investasi di sektor ramah lingkungan seperti PLTSa masih tinggi dan belum mencapai skala ekonomis yang diharapkan.

” PLTSa Benowo dengan kapasitas 10 MW investasinya adalah US$ 50 juta, sementara di Jakarta untuk 38 MW investasinya US$ 324 juta. Memang investasi per kWh ini sangat mahal,” ungkap Andri.

” Maka dari itu diperlukan kerjasama yang saling menguntungkan antara Pemerintah dan Swasta, yang semuanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang ramah lingkungan, ” tutup Andri.(Agus)


Pos terkait