Visi-Misi Pemerintahan Jokowi Gagal Total: Mau Diteruskan?

Misi tersebut semuanya gagal total, tidak terwujud.

Misi 1, “Peningkatan kualitas manusia Indonesia”, sangat tidak jelas. Kualitas apa? Kualitas hidup? Pendidikan? Teknologi? Penelitian? Faktanya, hampir semua faktor stagnan dan lebih buruk. Misalnya, sektor Penelitian terdegradasi.

Misi 2, “Struktur ekonomi yang produktif, mandiri, dan berdaya saing”, juga hanya bualan besar dan gagal. Faktanya, ekonomi semakin tidak berdaulat dan tidak mandiri. Pemerintah mengejar investor asing sampai ke Timur Tengah, Eropa, Amerika Serikat, tanpa hasil. Cukup memalukan, Tidak ada negara di dunia berperilaku seperti itu.

Ekspansi ekonomi sektor ekstraktif komoditas mineral seperti nikel diserahkan kepada investor asing dengan insentif fiskal yang sangat tidak masuk akal.

Misi 3, “Pembangunan yang merata dan berkeadilan” hanya isapan jempol. Semua pihak tahu, pembangunan ekonomi sangat tidak adil. Oligarki mendapat banyak kemudahan dan insentif. Sedangkan ekonomi masyarakat tertindas.Antara lain, kebijakan penanganan Covid-19 (test PCR) dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Atau, kenaikan tarif pajak PPN dan harga BBM ketika pemerintah dan oligarki menikmati kenaikan harga komoditas dunia.

Misi 4, “Mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan” juga hanya bicara besar. Pencemaran lingkungan di daerah pertambangan dan perkebunan sawit semakin tidak terkendali.

Misi “Penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya” menjadi lelucon paling tidak lucu. Sepertinya, Jokowi tidak tahu lagi apa yang diucapkan dan apa yang dikerjakan. KPK dilemahkan. Korupsi merajalela. Indeks korupsi turun dari skor 40 (2019) menjadi 34 (2022). Sangat bruruk. Lebih dari 10 kementerian dan lembaga terlibat korupsi.

Berdasarkan fakta di atas, Visi dan Misi Jokowi hanya bagus di atas kertas. Realisasinya nihil besar. Realisasi kebijakan pemerintahan Jokowi bertentangan dengan kepentingan masyarakat banyak. Apakah kegagalan ini yang mau diteruskan oleh pemimpin yang akan datang?


Sumber : Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

Pos terkait