PH BKZ Ungkap Kejanggalan Kejari Payakumbuh dan Kriminalisasi Hukum Terhadap Kliennya

D. Pembayaran duluan sebelum proses pengadaan selesai secara administrasi secara hukum dibolehkan di masa darurat/pandemi, dan ada aturannya.

E. Setelah proses pengadaan selesai, dana Pemko turun ke dinas kesehatan dan kemudian oleh PPK dikirimkan ke rekening perusahaan yang namanya dipinjam tersebut. PPK dan perusahaan yang namanya dipinjam tersebut kemudian mencairkan dana tersebut dan mengirimkan ke PDAM sebagai pengganti uang yang dikirimkan PDAM sebelumnya kepada Bunda Puteri melalui rekening Eha Julaeha seperti penjelasan huruf C.

Bacaan Lainnya

F. Kegiatan pengadaan inilah (kegiatan satgas yang dilaksanakan dinkes) yang oleh Kejari Payakumbuh sebagai ke pengadaan fiktif. Alasan jaksa karena pemesan APD kepada bunda puteri tidak sama dengan perusahaan pengirim uang ke bunda puteri. Terkait ini perlu kami jelaskan bahwa pemesanan APD kepada bunda putri dilakukan atas rekomendasi/instruksi walikota, dinas kesehatan melakukan pengadaan untuk pembayaran atas kegiatan satgas memesan APD. Jadi bisa dikatakan, pengadaan dinkes adalah kegiatan administrasi agar kegiatan satgas bisa dibiayai dengan uang negara. Namun jaksa mengabaikan semua peristiwa ini untuk menargetkan kepala dinas kesehatan payakumbuh.

G. Kejari Payakumbuh juga mendasarkan tuduhan bahwa tidak ada APD yang dikirim bunda puteri berdasarkan audit akuntan internal kejati sumbar. Perlu kami jelaskan, audit yang dilakukan auditor internal kejati sumbar tak memenuhi syarat minimal standar audit. Auditor hanya mengkonfirmasi kepada beberapa pihak tanpa melakukan kroscek ke penerima APD yaitu, RSUD puskesmas dan dinas kesehatan. Fakta di persidangan bahkan menunjukkan pihak yang dikonfirmasi auditor internal kejati sumbar saat bersaksi di persidangan mengatakan bahwa APD yang dikirim bunda puteri memang ada dan didistribusikan ke penerima seperti RSUD dan Puskesmas. Fakta sidang adalah fakta hukum. Dan fakta hukum ini membantah asumsi jaksa bahwa APD tidak ada sehingga pengadaan dinkes sebagai pelaksana kegiatan satgas sebagai kegiatan fiktif.

H. Perlu diketahui, perkara ini awalnya oleh jaksa dibuat seakan-akan perbuatan sendiri dan tanggung jawab sendiri Kepala Dinas Kesehatan Payakumbuh. Hal itu terlihat sampai terdakwa disidangkan. Penetapan enam terdakwa baru oleh Kejari Payakumbuh terjadi setelah terdakwa mengirimkan surat pengaduan kepada Kejagung atas perlakuan tidak adil terhadap dirinya dan dugaan adanya upaya kriminalisasi terhadap dirinya oleh oknum jaksa Payakumbuh. Bahkan sebelum penyidikan ada dugaan upaya pemerasan dilakukan oknum jaksa payakumbuh.

I. Kejanggalan lain perkara ini adalah, meski secara terang benderang uang PDAM dikirim ke rekening Eha Jualeha dan ada pemesanan APD kepada Bunda Puteri, jaksa tak memeriksa Eha Julaeha dan atau Bunda Puteri. Jika memang jaksa berniat membuktikan APD tak ada dikirim Bunda Puteri, tentu jaksa memandang Eha Julaeha dan Bunda Puteri menikmati uang negara. Dan keduanya tidak saja layak menjadi saksi tapi juga layak menjadi tersangka. Dengan tak diperiksanya Eha Julaeha dan Bunda Puteri yang keberadaannya jelas dan terang mengingat rekeningnya jelas, tentu patut diduga jaksa sengaja tak memeriksa keduanya karena keduanya akan melemahkan atau memghancurkan konstruksi jaksa bahwa tak ada APD yang dikirim bunda puteri ke padang sumbar. Sampai disini sangat patut diduga jaksa sengaja tak memeriksa Eha Julaeha dan Bunda Puteri agar tak terbongkar titik lemah konstruksi jaksa mengkriminalisasi Kepala Dinas Payakumbuh BKZ.

J. Demi tegaknya hukum dan terwujudnya rasa keadilan, kami mendesak Majelis Hakim Tipikor agar membuat penetapan yang berisi perintah kepada jaksa penuntut umum untuk menghadirkan Eha Julaeha dan Bunda Puteri di persidangan. Jika benar Eha Julaeha fan Bunda Puteri tak mengirimkan APD tapi menerima uang negara, majelis hakim bisa memberikan penetapan kepada kejaksaa melalui JPU untuk menjadikan keduanya sebagai tersangka.

Pos terkait